Pendidikan
dalam konteks terorisme
Peristiwa runtuhnya gedung WTC di Amerika pada
11/09/2001 menanda adanya suatu masa yang dihantui dengan isu terorisme, isu
tersebut masuk dalam praktik pendidikan secara tak terhindarkan.
Masa itu telah
memberikan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan terorisme. Selama itu pula
praktik kultural di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari pemikiran tentang
terorisme. Pada tahun 2010 nirlaba Lazuardi Birru mengadakan sebuah simposium
“Memutus Mata Rantai Radikalisme dan Terorisme” di jakarta. Hasilnya, pemutusan
mata rantai itu tidak bisa dilakukan dengan satu pendekatan. “Pemecahan masalah
Radikalisme dan Terorisme memerlukan pendekatan yang komprehensif dan lintas
sektoral, bukan represif dari aparat keamanan saja melainkan harus dilakukan
dengan menggunakan cara-cara yang persuasif dan humanis dari seluruh elemen bangsa.
Sinergi dari tokoh masyarakat, ypkph pendidikan dan tokoh agama, organisasi
sosial masyarakat, organisasi keagamaan, lembaga pendidikan, lembaga swadaya
masyarakat, media massa dfan masyarakat umum dalam setipa rencana aksi dan
solusi sangat diperlukan”
Semua jadi percaya bahwa pemecahan masalah Radikalisme
di Indonesia tidak bisa secara sebagian. Pernyataan itu bisa dibaca bahwa
radikalisme adalah masalah multidimensi, sebuah krisis sosial, budaya, ekonomi,
politik secara berturut-turut. Ketika pemecahan masalah radikalisme tidak bisa
dilakukan secara parsial maka fungi-fungsi sosial dari satu institusi
masyarakat dengan begitu haruslah
mengacu pada institusi-institusi yang lain baik yang terkait langsung
maupun tidak langsung. Dengan begitu sistem-sitem yang terlibat tidak bisa
mengabaikan manajemen institusional. Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia
program perencanaan yang terintegrasi hingga kepemimpinan yang kuat. Kita perlu
mengembangkan sebuah sistem yang terpadu dan akurat untuk sebuah penyelesaian
masalah tetapi pada saat yang sama hadirnya sistem tersebut tidak hanya sekedar
membalikkan tangan. Jadi pemecahan masalah yang sinergis tetaplah harus dibaca
sebagai meraba, mengabstraksikan sehingga membayangkan pola-pola dasar yang
paling jauh dan paling mungkin dari gerak nalar kita.
Apapun itu baik Radikalisme maupun Terorisme itu
merupakan istilah dari bangsa barat terhadap orang-orang yang dianggap
mengganggu keamana dan kenyamanan hidup mereka, yang tidak bisa diterima disini
adalah bahwa sebutan terorisme diberikan kepada muslim. Astagfirullah semoga
Allah selalu melindungi kita semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar